Sabtu, 19 April 2014

Mata Rantai Kebermaknaan Hidup



Pernah dengar nama Virus 1918? Sebagian besar manusia mengatakan, dinamai 1918 karena di tahun itu virus tersebut menjadi penyebab punahnya separuh peradaban manusia di Benua Eropa. Ada potongan fabel menarik yang diceritakan oleh Tauhid Nur Azhar dalam bukunya Clink your life, “Namaku Virus 1918. Aku tidak memiliki enzim untuk bereproduksi, tetapi manusia menyediakannya. Aku tidak memiliki mitokondria untuk menghasilkan tenaga, tetapi manusia meminjamkannya. Aku tidak memiliki kaveling untuk membangun rumah tempat bernaung, tetapi manusia juga rela menyiapkannya. Itulah aku si Virus 1918 yang akan selalu ada dan hadir seumur semesta.”
Setiap orang jika hanya menggunakan mata telanjang tidak akan mampu melihat makhluk biologis ber sel tunggal dengan strukturnya yang sangat sederhana ini. Namun, ternyata makhluk yang selnya hanya terdiri atas lapisan protein dan asam nukleat RNA atau DNA ini mampu membuat kepanikan yang luar biasa pada umat manusia. Para dokter dan ahli pun berusaha menemukan antivirus untuk menangkal 1918 ini demi keberlangsungan hidup manusia lainnya. Kemudian timbul sebuah tanda tanya besar pada kebanyakan orang, apa makna dihidupkannya virus oleh Tuhan di dunia ini. Yang dengan ganasnya mematikan banyak manusia, entah yang beradab maupun yang biadab. Siapapun orang bisa dimatikan Tuhan dengan menyebarkan virus 1918.
Disinilah tiap manusia diajarkan sebuah kebajikan. Belajar memaknai kehidupan. Pribadi nan selalu didominasi oleh positive attitude, akan mampu melihat kebaikan di segala hal. Dalam warna kehidupan, ibarat sebuah mata rantai, bundar dan berputar. Baik buruk, hidup mati, senang susah, lapang sempit, semua diatur seimbang oleh Tuhan. Budayawan Sujiwo Tejo dalam akun Twitter Jack Separo Gendengnya pernah menuliskan, Kalau semua makmur, gak ada gelandangan, gak ada mayat terlantar, mahasiswa kedokteran praktek mayat kadafernya dr mana? #Sastrajendra.” Karena memang #Tuhan Maha Asyik.
Dalam National Geographic disebutkan, 80 tahun dari munculnya virus 1918 para ilmuan menemukan data di pusat riset kesehatan angkatan laut AS. Secara tidak sengaja terlihat irisan dari tubuh korban yang meninggal akibat wabah virus 1918. Kemudian pakar patologi juga berhasil menemukan seonggok mayat yang telah lama tertimbun di dalam tanah di Alaska, paru – paru dari mayat tersebut digunakan untuk dijadikan sebagai spesimen. Peneliti lain berhasil menemukan mayat yang tertimbun di dalam lapisan tanah membeku yang tingkat pembusukannya lebih rendah. Akhirnya didapat kesimpulan bahwa wabah flu yang membunuh manusia pada 1918 ditularkan oleh unggas atau burung pada manusia. Lalu, berapa harga keilmuan, berapa sumbangan pendapat para pakar dan ahli dibidangnya, dan berapa ratus juta perkembangan pengetahuan yang didapatkan bagi banyak manusia sekarang dari wabah yang terjadi lebih dari 80 tahun silam? Mungkin tak ada antivirus yang bakal ditemukan untuk menyelamatkan kita dari bermacam virus yang tersebar di sekeliling kita.
Mata rantai yang terkecil adalah mata rantai yang terkuat. Sebesar dan sekuat apapun mata rantai, tak kan bisa terangkai kokoh tanpa ada mata rantai-mata rantai kecil yang tersusun untuk menghubungkan dan menyatukannya. Tanpa ada virus 1918, para ahli tidak akan tergerak hati untuk menemukan cara menangkal makhluk biologis sederhana yang mematikan itu. Keberhasilan para ahli adalah buah dari ratusan bahkan ribuan usaha yang tak kenal lelah dan pantang mundur.
Sudahkah kita mensyukuri hidup kita? Karena syukur adalah mata rantai terkuat. Positive attitude, berpikir positif, serta melihat kebaikan disegala hal adalah bagian yang terpenting dalam mata rantai kebermaknaan hidup. Jika kita mampu menikmati keseimbangan yang dikonsep oleh Tuhan, hidup kita pun akan mencapai kebahagiaan maksimal.

Oleh: Ahmad Heaven – Komunitas Trainer Indonesia

Kamis, 21 November 2013


Bahasa Jawa lebih efektif dibanding Bahasa Inggris

 

School of Oriental and African Studies (SOAS) London, menetapkan bahasa Jawa sebagai bahasa wajib dipelajari mahasiswanya.
... ...
Karena berdasarkan Summer Institute for Linguistics (SIL) Ethnologue Survey 2011, penutur bahasa Jawa di dunia ternyata berjumlah 77,75 juta orang, lebih banyak daripada penutur bahasa Korea yang sebanyak 76,5 juta orang maupun bahasa Perancis yang hanya... sebanyak 76 juta orang. ... Kemudian, berdasarkan penelitian, penggunaan bahasa Jawa lebih efektif dibandingkan bahasa Inggris sekalipun, setidaknya dalam 29 contoh berikut:
1. walk slowly on the edge (side) of the road = mlipir.
2. fall backward and then hit own head = nggeblak.
3. got hit by a truck that is moving backward = kunduran trek.
4. talk too much about unimportant thing = cangkeman.
5. smearing one's body with hot ointment or liquid and then massaging it = mblonyo. 6. going without notice/permission = mlethas.
7. taking the longer way to get to the destination = ngalang
8. riding an old bicycle = ngonthel.
9. falling/ tripping forward (and may hit own face = kejlungup.
10. side effect after circumcision = gendhelen.
11. hot pyroclastic cloud rolling down a volcano = wedhus gembel.
12. a small, sharp thing embedded inside one's skin = susuben/ ketlusupen.
13. spending a lot of time doing nothing =mbathang.
14. feeling uncomfortable because there is something that smells bad = kambonan.
15. things getting out from a container accidentally because of gravity = mbrojol.
16. get hit by thing collapsing on top of one's head/ body = kambrukan
17. drinking straight from the bottle without using glass, where whole bottle tip gets into the mouth = ngokop.
18. cannot open eyes because something is shining very bright = blereng.
29. cannot hold bowel movement = ngebrok.
20. something coming out from one's rear end little by little = keceret/ kecirit.
21. hanging on tightly to something in order to be inert = gondhelan.
22. falling/ tripping accidentally because of a hole = kejeglong.
23. doing something without thinking about the consequences = cenanangan.
24. being overly active carelessly = pecicilan.
25. feeling unwell because of cold temperature = katisen.
26. making too much noise, disturbing other people= mbribeni / mbrebeki.
27. tripping over accidentally caused by wires, cloths, gowns etc. = kesrimpet.
28. being alone (or with a companion) in the corner of a place/ room doing something suspicious= mojok.
29. pretend to be homeless, no money and never take shower=nggembel

Gurame (Guyon Rame-Rame) Heaven



Turis
Seorang turis sedang bingung karena orang-orang Indonesia kalau ditanya, ada yang menjawab “yo’I”, “ya”, dan “ya… begitulah”. Karena bingung turis itu bertanya pada seorang pejabat Indonesia.
Turis  : “Kenapa orang Indonesia kalau ditanya ada yang menjawab yo’i, ya, dan ya… begitulah?”
Pejabat  : “Oh… kalau yo’i itu dipakai orang-orang yang tidak berpendidikan”
Turis      : “Kalau ya?”
Pejabat : “Kalau ya, biasanya dipakai orang-orang lulusan SMA, kalau ya… begitulah, itu jawaban para sarjana dan berpendidikan tinggi”
Turis     : “O….. begitu ya?”
Pejabat : “Yo’i….”
Turis     : ?????????????

Senin, 06 Agustus 2012


MERENCANAKAN KARAKTER DIRI
Sifat yang menonjol, sifat yang mewarnai diri, sifat yang masuk merasuk dalam tetapi terlihat dari luar, serta sifat yang menempel pada sikap adalah karakter. Itu pengertian karakter menurutku. Sebenarnya siapa pun boleh koq mengartikan kata “karakter”, dan setiap orang juga pasti mempunyai pandangan berbeda, hingga muncul makna karakter dari dirinya. Bukan perbedaan itu yang mau diangkat kemudian dijadikan ajang perdebatan. Apaliagi debat kusir yang tiada akhir.  Bukan, bukan seperti itu. Namun, lebih pada kebebasan mengartikan untuk memaknai kata karakter. Agar tidak selalu terpaku, agar tidak selalu berpatok pada pakem yg tidak lagi zamannya kebebasan itu diikat sebuah pakem.
Kembali lagi pada topik awal kita, karakter. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, karakter merupakan tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dg yg lain.
Dari pengertian dalam kamus umum Bahasa Indonesia tersebut, kita bisa menjadikannya sebuah patokan pengertian. Yaitu dalam diri seseorang pasti terdapat tabiat maupun watak diri, sehingga menjadi ciri khas yang membedakan antara dirinya dengan orang lain. Memang sudah pasti, tapi apakah watak tersebut muncul secara tiba-tiba, dalam Bahasa Jawanya secara “ujug-ujug” tanpa ada usaha untuk membangun karakter. Inilah sebuah pertanyaan yg tidak membutuhkan jawaban. Sebab karakter yg ada pada diri, mau muncul ketika ada pembentuk serta pengukir dari sikap kebiasaan yang kemudian dibudayakan pada tindakan seseorang.
Ketika ingin mencapai kesuksesan dalam suatu hal dibutuhkan sebuah rencana yang matang. Rencana matang yang benar-benar matang, bukan matang yang sekedar setengah matang. Begitu pula dengan sikap dan kebiasaan. Keduanya butuh direncanakan tidak setengah matang bahkan seperempat matang lagi, tidak. Namun, dibutuhkan perencanaan yang super matang sebelum gosong agar sebuah karakter itu terbentuk dengan sempurna. Keberhasilan merencanakan menjadi tolok ukur kesempurnaan karakter seseorang. Ketika seseorang tak mau merencanakan seperti apa kelak sikapku, seperti apa kelak karakterku, dengan dalih semua sudah diatur dan ditakdirkan Tuhan, maka jangan mengharap kesempurnakan karakter elok yang akan didapat. Akan tetapi, karakter yang asal-asalanlah yg akan didapat.
Mengkonsep karakter sejak awal adalah penting. Mengkonsep sebuah mimpi juga penting. Dengan cara menuliskannya. Karena dari menulis sebuah impian, bakal memunculkan karakter seorang visioner. Seorang yang mempunyai visi yang jelas. Bukan orang yang hanya mimpi dalam tidurnya, tetapi mimpi yang mampu memunculkan kekuatan dalam jiwa. “The power of dream”. Jika kita merasa punya ingatan yang kuat, tak apalah impian sekedar diingat di dalam kepala. Jikalau merasa gejala lupa sering melanda, menulis itulah jalan keluarnya. Memikirkan dan menuliskan mimpi adalah salah satu rencana memunculkan sifat yang merasuk dalam tetapi terlihat dari luar, yaitu karakter. Itu!
by___ Ahmad Pambudi Utomo
Matesih, 1 Agustus 2012

Senin, 23 Juli 2012


BUDAYA PEMBUATAN
COK BAKAL DI DUSUN SALAMAN


BAB I
PENDAHULUAN
I.                   Latar Belakang
Di zaman yang modern ini sangat jarang ditemui orang yang membuat acara-acara budaya jawa seperti membuat sesaji, cok bakal, kondangan, serta budaya kejawen lainnya. Baik itu kaum tua apalagi kaum muda yang berada di kota seperti sekarang ini. Mendengar istilah kondangan, cok bakal, dan lain sebagainya mungkin belum pernah, apa lagi untuk melakukannya.
Jangankan mengetahui kebudayaan yang ada, mendengar beberapa istilahnya saja sangat jarang. Bahkan belum pernah didengar oleh orang kota atau kaum muda saat ini. Karena hal itulah, menjadikan alasan bagi penulis mengangkat permasalahan ini agar masyarakat menjadi paham tentang berbagai kebudayaan di Indonesia, khususnya “Cok Bakal” dengan penulis melakukan studi kasus sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam yang di ampu oleh Bp, Muh Latif Fauzi, M.Si.
Beberapa istilah budaya jawa oleh beberapa orang dianggap merupakan istilah yang unik. Dalam hal ini ialah budaya “Cok Bakal” jarang didengar dan merupakan istilah unik. Selain itu, orang dulu membuat cok bakal pasti ada maksudnya serta tersimpan tujuan dan makna filosofis di dalamnya. Menjadi sebuah tanda tanya besar juga bagi kaum muda mengenai apa dan seperti apa itu cok bakal. Hal tersebut akan dibahas dalam studi kasus kali ini.

II.                Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, timbul beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Seperti apa kebudayaan cok bakal itu?
2.      Bagaimana kebudayaan cok bakal dalam pandangan islam?

III.             Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam studi kasus ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui tentang kebudayaan cok bakal.
2.      Mengetahui tentang kebudayaan cok bakal dalam pandangan islam.

IV.             Manfaat
Dalam studi kasus yang dilakukan kali ini, dapat menambah pengetahuan serta minimal mencerdaskan bagi mahasiswa mau pun masyarakat saat ini. Sehingga bagi yang belum mengetahui apa itu cok bakal menjadi paham. Manfaat lain bagi para pembaca adalah mampu memilah antara budaya apa yang boleh dilestarikan dengan budaya yang bisa menjerumuskan kita kepada hal-hal kemusyrikan.

BAB II
PEMBAHASAN

I.              Pengertian dan Asal Mula Cok Bakal
Studi kasus yang dilakukan sebagai tugas Metodologi Studi Islam kali ini adalah kebudayaan yang masih ada namun hampir hilang di Dusun Salaman, Desa Pablengan, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar. Di dusun ini  kaya akan pertanian dan perkebunan. Hampir seluruh warga memiliki pohon durian di kebun atau halaman rumah. Meskipun industrialisasi mulai terasa di dusun ini, namun masih banyak warga yang bermatapencaharian sebagai petani. Dusun ini mempunyai alam yang bersih, tanah subur, serta air tercukupi. Warga mendapatkan air bersih dari mata air yang berasal dari bukit yang berada di sebelah timur dusun ini. Pengairan untuk sawah juga berasal dari mata air dan sungai yang ada.
Beberapa warga Dusun Salaman masih ada yang mempertahankan tradisi yang ada, dalam hal ini adalah tradisi membuat cok bakal. Cok bakal adalah suatu sesaji yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari Tuhan serta terhindar dari malapetaka. Kepercayaan yang ada adalah manakala seseorang itu tidak memberikan sesaji kepada danyang atau yang diyakini sebagai makhluk yang menunggui di suatu wilayah, maka akan terjadi musibah. Agar terhindar dari musibah maka seseorang perlu membuat sesaji yang disebut cok bakal tersebut. Wujud dari cok bakal yaitu daun pisang yang dibentuk menjadi sebuah wadah yang kemudian diisi berbagai macam bumbu dapur seperti tembakau, suruh, kelapa, injet, cabai, bawang putih, bawang merah, beras, daun dadap serep, gula, telur, jenang merah, jenang putih, bunga, miri, uang dan lain sebagainya. Tidak semua cok bakal berisi lengkap seluruhnya seperti yang disebutkan di atas. Hanya berisi beberapa saja sudah bisa disebut cok bakal. Tergantung kebutuhan pembuatnya.
Dalam studi kasus ini, penulis melakukan wawancara kepada beberapa narasumber. Salah satunya ialah hasil wawancara dengan Ibu Pawiro yang berusia sekitar 90 tahun bahwa terdapat makna atau arti filosofis dari istilah yang disebut cok bakal ini. Cok bakal berasal dari istilah cikal bakal. Jadi cikal bakal dari segala keberhasilan yang terjadi disebabkan pembuatan cok bakal. Sehingga dari pembuatan cok bakal dapat memberi keselamatan, keberkahan, dan terhindar dari berbagai macam kesulitan.
Penulis juga melakukan wawancara kepada Bp. Yoso Taruno untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak lagi. Beliau berusia sekitar 95 tahun. Beliau menyebutkan cok bakal dibuat untuk sesaji kepada danyang dalam berbagai acara agar nantinya bisa lancar dan selamat. Cok bakal dibuat dalam berbagai acara seperti, ketika akan mendirikan rumah. Untuk mendirikan rumah dibutuhkan 10 cok bakal karena keempat sudut rumah harus diberi cok bakal dan ditambah lagi tengah rumah. Setiap cok bakal ada pasangannya, yang satu menggunakan jenang merah dan yang satu menggunakan jenang putih. Sehingga jumlah total yang dibutuhkan adalah 10 cok bakal. Yang kedua, cok bakal juga dibuat ketika akan ada hajatan. Jumlah cok bakal yang dibutuhkan sama dengan ketika akan membuat rumah yaitu 10 buah cok bakal. “Majepat limo pancer”, itulah istilah untuk cok bakal yang di tempatkan pada lima tempat itu. Ketiga, cok bakal dibuat ketika akan memulai menggarap sawah dan memanen padi. Cok bakal ditempatkan di keempat sudut sawah tersebut. Keempat, cok bakal juga dibuat untuk tebusan manakala ada orang sakit. Untuk menebus orang sakit tidak sama dengan ketika membuat rumah, hanya dibuat sepasang cok bakal saja, yaitu yang menggunakan jenang merah satu dan yang menggunakan jenang putih satu. Di buat cok bakal tersebut supaya orang yang sakit bisa segera sembuh.
Penulis juga mencoba mencari tahu tentang asal mula tradisi membuat cok bakal kepada bapak yang sama yaitu Bp. Yoso Taruno. Namun belum bisa diketahui asal mulanya karena beliau mengakui mungkin karena kebodohan seseorang atau sebab yang lain. Orang-orang yang membuat cok bakal dan melakukan tradisi yang dijalankan, diakui oleh Bp. Yoso Taruno juga hanya meniru dari apa yang dilakukan oleh nenek moyang-nenek moyangnya. Kemudian dipercayai dan dijalani begitu saja.

II.           Perkembangan Cok Bakal
. Di zaman yang modern ini berbagai adat budaya maupun  kepercayaan yang berasal dari nenek moyang sedikit demi sedikit mulai pudar. Masyarakat sekarang khususnya kaum muda dan berpendidikan mulai memilah dan meninggalkan adat yang bertentangan dengan ideologinya meskipun adat tersebut telah berlangsung turun-temurun dari nenek moyangnya. Terlihat bahwa di beberapa desa sekali pun, yang dahulu sangat kental dengan adatnya, tinggal orang tua-orang tua saja yang masih konsisten mempertahankan adat kebiasaannya. Kaum muda sangat jarang terlihat mengikuti atau melakukan budaya-budaya jawa seperti membuat sesaji, cok bakal, kondangan, nyadran serta budaya kejawen lainnya. Terlihat lagi bahwa cok bakal saat ini tidak begitu dipahami oleh beberapa kalangan masyarakat.

III.        Cok Bakal dalam Perspektif Islam
Setelah kita mengetahui apa itu cok bakal, bagaimana wujud, maupun makna filosofis istilah cok bakal, maka kita akan melihat perspektif islam dalam memandang budaya cok bakal ini. Diakui bahwa kebanyakan orang-orang membuat cok bakal untuk keselamatan dan sarana mendekatkan diri pada Tuhan hanya mengikuti dari nenek moyang yang belum diketahui dasar yang jelas. Hal tersebut bertentangan dengan ajaran islam yang mengajarkan setiap peribadatan asalnya adalah dilarang kecuali ada perintahnya. Dan perintah itu berasal dari sumber yang tidak dapat diragukan, yaitu Al Qur’an dan Hadits.
Pandangan dari tokoh masyarakat di Dusun Salaman juga mengatakan bahwa cok bakal bukan berasal dari ajaran Islam. Akan tetapi cok bakal berasal dari kebudayaan Agama Hindu. Karena di dalam Agama Islam tidak ditemukan tuntunan mengenai cok bakal.


BAB III
KESIMPULAN
Dari studi kasus yang telah dibahas diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1.      Cok bakal adalah suatu sesaji yang dibuat guna mendapatkan keselamatan dan keberkahan dari Tuhan serta terhindar dari malapetaka. Sesaji itu berwujud wadah yang terbuat dari daun pisang kemudian di isi dengan berbagai macam bumbu dapur.
2.      Kebanyakan orang-orang membuat cok bakal untuk keselamatan dan sarana mendekatkan diri pada Tuhan, akan tetapi hanya mengikuti dari nenek moyang dan belum diketahui dasar yang jelas. Jika dihubungkan dengan ajaran islam yang mengajarkan setiap peribadatan asalnya adalah dilarang kecuali ada perintahnya, maka cok bakal belum diketahui dasar jelas dari agama sehingga kita tidak perlu menjalankannya.

Kamis, 05 Juli 2012


MEMAKNAI UJIAN

Kadang aku mengeluh “Ahh, ujiannya sulit!,” “Ahh, waktunya kurang!”. Namun, ketika ku coba pahami kriteria ujian menurut Ust Solikhin Abu Izzudin dalam bukunya the way to win, bahwa ternyata ujian itu memang harus sulit. Yup, memang harus sulit. Masih g percaya? Mari kita pahami kriteria ujian:

1.       Ujian Harus Sulit. Kalau mudah atau dimudah-mudahkan, tentu nggak menantang. Ngak Asyik dan nggak beda, antara yang lulus dan yang lolos, yang lurus dan yang bolos: yang serius dan yang ceplas ceplos, yang tulus dan yang melengos; yang belajar terus dan yang bikin chaos. “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”

2.       Ujian Bukan Mustahil. Bisa ditempuh, asal sungguh-sungguh. Bila ujian itu mustahil tentu tidak berguna, tidak bisa untuk membedakan antara prestasi dan frustasi. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Al Baqarah:286)

3.       Ujian Harus Seimbang. Sulit bagi pecundang tapi mudah bagi pemenang. Hukum Allah berlaku. Kesuksesan bagi pejuang. Kebahagiaan bagi pahlawan, mereka aktif mencari pahala. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari Keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (Al Ankabut: 69)

4.       Tak Ada Kemenangan Tanpa Ujian. Mau nggak engkau diberi ijazah Sarjana tanpa harus kuliah? Tanpa Skripsi, yang penting bayar aja 10 juta langsung dapat gelar S-1? Kalau mau, kasihan. Menurut para pendaki. Bukan di puncak gunung itu yang nikmat, tetai perjalanan mendaki itulah yang paling nikmat (*q pikir2 memang bener, cz aq jg sering ndaki.. tp dulu :D Hhe..). Menurut para pengantin baru, bukan malam pertama yang nikmat, (*Sleketep:) namun penantian “puasa syahwat” itulah yang membuat malam pertama lebih nikmat. (*klo ini aq g tau, cz aq blum ngrasain malam prtama.. Upz, Hhehe:D….)

_Ahmadheaven